Menag: PeJabat Harus Peka Terhadap Kritik Pers


Jakarta (Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali meminta kepada jajaran pejabat Kementeri Agama untuk peka terhadap kritik yang disampaikan kalangan pers. "Jangan pernah takut akan kritik selama tujuannya untuk perbaikan dan penyempurnaan kinerja pelayanan," kata Menag saat
memberi sambutan pada acara pembukaan sambung rasa dan press tour Kementerian Agama, di Jakarta, Kamis (29/4).

Menurut Menag, peran dan fungsi pers sebagai alat kontrol sosial sekaligus pengawasan, kiranya dapat dimanfaatkan oleh aparat dan pejabat Kementerian Agama sebagai masukan guna perbaikan dalam memberikan pelayanan kepada umat beragama.

Menag menilai, keberadaan jajaran pers baik media cetak, media elektronik maupun media online memegang peranan penting dalam penyebarluasan informasi keagamaan kepada publik. "Bagaimanapun berhasilnya sebuah program kerja yang dirancang dan dilaksanakan oleh Kementerian Agama, tanpa bantuan dan peran serta jajaran pers, sangat mustahil keberhasilan yang dicapai dapat diketahui dan dipahami publik," ucapnya.

Keterbukaan informasi didukung oleh kemajuan teknologi informasi, kata Menag, telah berdampak langsung terhadap kehidupan umat beragama di tanah air yang semakin kritis. Oleh karena itu, sekecil apapun gesekan yang terjadi di kalangan umat beragama atau antar umat beragama, aparat dan pejabat Kementerian Agama harus bersikap tanggap dan arif dalam mencermatinya.

Menag meminta kepada jajaran pers, khususnya para wartawan yang sehari-hari meliput kegiatan Kementerian Agama dan berita-berita keagamaan dapat bersikap arif dan bijaksana serta menjunjung tingi kode etik jurnalistik dalam menuliskan isyu-isyu keagamaan. "Melalui karya jurnalistik yang saudara-saudara kemas dan sampaikan, kiranya dapat memberikan kesejukan dan pencerahan kepada umat beragama," ujarnya.

Dengan diberlakukannya UU Keterbukaan Infomasi Publik (KIP), kata Menag, aparat dan pejabat Kementerian Agama harus siap dalam upaya pemenuhan hak-hak publik untuk mendapatkan informasi.

Hadir pada pembukaan acara tersebut, Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat, Dirjen Penyelernggaraan Haji dan Umrah Slamet Riyanto, Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar, Kabadlitbang Kemenag Atho Mudzhar, Dirjen Pendidikan Moh.Ali, Kapuspinmas H.Masyhuri dan pejabat eselon II Kemenag lainnya dan Ketua PWI Jaya Kamsul Hasan.(Sumber www.depag.go.id)

Menag: Tudingan Penggelembungan Dana Haji 2009 Bernuansa Fitnah


Jakarta(Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali menilai tudingan Anggota Komisi VIII Muhammad Baghowi bahwa terjadi penggelembungan dana haji 2009 bernuansa fitnah. Alasannya, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat itu menggunakan data tak akurat untuk menganalisa biaya
transportasi udara. "Tuduhan yang disampaikan Pak Baghowi bernuansa fitnah karena data dikemukakan sebagai dasar perhitungan tidak akurat," katanya dalam konferensi pers di di Gedung Kementerian Agama, Kamis, (29/4).

Menurut Suryadharma, penetapan biaya transportasi udara bagi jamaah haji tahun lalu juga dibahas dan disepakati bersama antara pemerintah dan DPR. Karena itu, tidak mungkin terjadi penggelembungan dana sebagaimana dituduhkan Baghowi.

Suryadharma juga menyebutkan, lemahnya analisa Baghowi karena dilakukan sebelum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menerbitkan audit pengelolaan dana haji tahun lalu. Audit merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memastikan pengelolaan dana haji berjalan optimal dan tidak ada penyimpangan.

"Kalaupun ada kelebihan dana haji. Jangan dianggap dulu sebagai korupsi. Itu bisa jadi korupsi kalau digunakan untuk pribadi, tapi misalnya akan masuk ke DAU (Dana Abadi Umat) untuk kepentingan masyarakat," katanya.

Selasa, (27/4), Baghowi menduga terjadi penggelembungan harga transportasi udara dalam penyelenggaran haji tahun lalu penuh dengan sehingga merugikan jamaah. Hal itu terjadi setidaknya pada empat komponen dalam biaya penerbangan itu yakni komponen biaya pendaratan (landing fee), biaya penanganan di darat (ground handling), biaya rute (route charges), dan transport pax on ground. Karena itu, ia mendesak BPK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan audit investigasi khusus.(Sumber www.depag.go.id)

Menag: Hari Gini Masih Menyimpang, Apa Kata Dunia


Jakarta (Pinmas)-- Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, pengelolaan dana haji oleh Kementerian Agama dilakukan secara profesional dan transparan. Termasuk dalam pembahasan BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji) dibahas secara detail dan rinci oleh pemerintah dengan
DPR.

"Hari gini masih menyimpang, apa kata dunia," kelakar Menteri Agama dihadapan peserta Sambung rasa wartawan Koordinatoriat Kementerian Agama di operation room Kemenag Pusat Jakarta, Kamis (29/4).

Hadir pada pembukaan acara tersebut, Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat, Dirjen Penyelernggaraan Haji dan Umrah Slamet Riyanto, Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar, Kabadlitbang Kemenag Atho Mudzhar, Dirjen Pendidikan Moh.Ali dan pejabat eselon II Kemenag dan Ketua PWI Jaya Kamsul Hasan.

Dalam kesempatan itu Menag membantah tuduhan dugaan mark up dana haji yang dilontarkan salah seorang anggota DPR, bahwa ada penyelenggaraan manajemen yang tidak efisien, termasuk adanya dugaan pembohongan publik terkait tiket penerbangan untuk jemaah maupun untuk petugas haji.

"Adanya tuduhan dugaan mark up yang disampaikan Baghowi bernuansa fitnah. Ada indikasi fitnah karena data yang dikemukakan tidak akurat," kata Surya.

Ia menambahkan, penyelenggaraan ibadah haji bukan merupakan proyek mencari untung tapi proyek nirlaba. "Kalau keuntungan tentu ada bonus, saya sebagai menteri tentu dapat bagian. Ini tidak ada," ujarnya.

Adapun DAU (Dana Abadi Umat), lanjutnya, merupakan dana efisiensi haji, dan dana ini akan dikembalikan lagi kepada masyarakat. "Modelnya seperti apa lagi dirumuskan, jadi dana ini kembali ke masyarakat, penggunaannya terukur, hasilnya dapat dilihat," kata Menag.

Pada bagian lain Menteri Agama Suryadharma Ali berharap instansi ini perlu membangun jaringan informasi yang baik dan dapat diakses masyarakat. Pasalnya, keberhasilan sebuah program Kementerian Agama sangat tergantung dari sosialisasi program tersebut.

"Berhasilnya sebuah program kerja Kementerin Agama tanpa bantuan pers sangat mustahil dapat diketahui publik," kata Menag.

Pers sebagai kontrol sosial, menurutnya dapat dimanfaatkan pejabat Kemenag. "Pejabat harus peka terhadap kritik, tapi jangan takut kritik." Namun demikian, lanjut menteri, pers agar bersikap arif dan bijaksana dan menjunjung tinggi kode etik dalam memberitakan kegiataan keagamaan.(Sumber www.depag.go.id)

Menkeu: Gaji PNS, TNI/Polri Naik 10% di 2011


Jakarta (Pinmas)--Kabar gembira bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri. Karena pada tahun 2011, pemerintah berjanji akan menaikkan gaji mereka sebesar
10%.

"Pada 2011 ini, akan ada kenaikan gaji sedikit lebih dibandingkan inflasi yang sebesar 5%. Naiknya sebesar 10%. Ini digunakan untuk kesejahteraan PNS,TNI, dan Polri," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diiringi gemuruh tepuk tangan para Bupati dan Gubernur seluruh Indonesia yang hadir pada Musrenbangnas, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/4).

Selain itu, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa PNS, TNI, dan Polri tetap akan mendapatkan gaji ke-13 pada tahun depan. Begitu pun dengan para pensiun PNS yang akan mendapat pensiun ke-13.

"Gaji ke-13 tetap akan diberikan kepada PNS, TNI, dan Polri. Begitu juga pensiun tetap dapat pensiun ke-13. Ini merupakan policy (kebijakan) yang sudah ada selama 5 tahun terakhir," ujarnya.

Pada paparan tersebut, Sri Mulyani menyatakan pemerintah berencana melakukan penambahan pegawai baru sebanyak 100 ribu orang. Serta tetap menyediakan anggaran anggaran unuk remunerasi Kementerian/Lembaga sebagai bentuk pelaksanaan program reformasi birokrasi pemerintah. "Remunerasi tetap ada untuk reformasi birokrasi," jelasnya.

Untuk memenuhi rencana 2011 tersebut, Sri Mulyani menganggarkan belanja pemerintah pusat sebesar Rp 81,3 triliun dalam R-APBN 2011. (Sumber www.depag.go.id)

MK Putuskan UU Penodaan Agama Konstitusional


Jakarta(Pinmas)--Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak seluruh permohonan uji materi UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama, sehingga UU tersebut dinyatakan konstitusional dan masih dapat dipertahankan.

"Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin.



Mahkamah berpendapat dalil-dalil pemohon, baik dalam permohonan pengujian formil maupun permohonan pengujian material, tidak beralasan hukum.

Secara moril, menurut MK, UU Pencegahan Penodaan Agama masih tetap dibutuhkan sebagai pengendali ketertiban umum dalam rangka kerukunan umat beragama di Indonesia.

Selain itu, MK juga berpendapat bahwa negara berkepentingan untuk membentuk UU Pencegahan Penodaan Agama sebagai pelaksanaan tanggung jawabnya untuk melindungi HAM sesuai dengan prinsip negara hukum.

"Mahkamah menilai bahwa hak beragama dalam konteks hak asasi individu tidak dapat dipisahkan dari hak beragama dalam konteks hak asasi sosial," katanya.

Dalam putusan tersebut, satu hakim yaitu Harjono mengajukan "concurrent opinion" (kesimpulan sama tetapi alasan berbeda) dan satu hakim lagi yaitu Maria Farida Indarti mengajukan "dissenting opinion" (kesimpulan dan alasan/pendapat yang berbeda).

Menurut Maria, meski secara formil UU tersebut masih berlaku tetapi secara substansial terdapat berbagai penyimpangan dengan nilai-nilai HAM yang terkandung dalam UUD 1945.

Uji materi UU Pencegahan Penodaan Agama diajukan oleh pihak pemohon yang terdiri atas tujuh LSM dan beberapa orang lainnya secara pribadi yaitu Abdurrahman Wahid (alm), Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq.

Sedangkan tujuh LSM yang dimaksud adalah Imparsial, Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi, Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Para pemohon menilai bahwa pasal-pasal dalam UU Pencegahan Penodaan Agama menunjukkan adanya kebijakan yang diskriminatif antaragama, bertentangan dengan prinsip toleransi, keragaman, dan pemikiran terbuka, membatasi serta bertentangan dengan jaminan kebebasan beragama seperti terdapat dalam UUD 1945.(www.depag.go.id)