MENUJU PENDIDIKAN AGAMA BERWAWASAN MULTIKULTURAL


ORIENTASI DAN TRANSFORMASI
MENUJU PENDIDIKAN AGAMA BERWAWASAN MULTIKULTURAL


 Materi ini disampaikan oleh Romo Dr. Dominikus Nong, Pr (Ketua STIPAR Ende) pada kesempatan pengambangan wawasan multikultural bagi para guru pendidikan agama lintas agama tingkat Kantor Kementerian Agama Kabupaten Ende.

Pendidikan adalah suatu bagian integral dari seluruh hidup manusia. Pendidikan merupakan suatu proses yang terjadi bersama dengan seluruh proses perkembangan hidup manusia. Karena itu pendidikan dalam arti luas harus dipahami sebagai suatu proses yang terjadi sepanjang hidup manusia, walaupun secara formal pendidikan itu dipenggal-penggal dan dibatasi oleh lamanya waktu dan jenjang.
Di dalam pendidikan sebagai proses itu terjadilah formasi dan transformasi pribadi manusia secara kognitif, affektif dan psikomotorik. Melalui pendidikan manusia dibentuk dan diubah, atau manusia membentuk pribadinya dan mengubah dirinya. Pembentukan dan perubahan ini harus dipahami sebagai suatu proses pembebasan dan sekaligus pemberdayaan pribadi manusia. Dikatakan sebagai proses pembebasan karena pendidikan merupakan proses menuntun/membimbing manusia keluar atau membebaskan manusia dari kemiskinan (kekurangan) akan wawasan pengetahuan, nilai dan sikap pribadi, serta ketrampilan hidup. Dikatakan sebagai proses pemberdayaan karena pendidikan merupakan suatu proses memberi daya atau memampukan manusia untuk mengelola  wawasan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pribadi.

Wawasan Multikultural Bagi Guru Agama Ende

(Tampak dalam gambar: Dr.phl. Norbert Jegalus, MA sedang menyampaikan materi didampingi oleh John B. Seja, S.Fil (Plt Kasubag Kantor Kemenag Kab. Ende)

Tak sulit membayangkan betapa rawannya Indonesia dengan konflik sosial karena beragamnya budaya, suku, bahasa, dan juga agama yang berada di sekitar 17.500 buah pulau dalam 3.200 mil lautan. Bangsa Indonesia kini berjumlah lebih dari 200 juta, mayoritas beragama Islam, dengan pengakuan lima agama lain secara formal. Demikian juga kondisi Nusa Tenggara Timur dan secara khusus kabupaten Ende yang dapat diibaratkan sebagai “Indonesia mini” dalam keragaman agama, budaya,  suku dan bahasa.